Harian Proyek - Beton dikenal sebagai material bangunan paling populer yang tersusun
dari komposisi utama batuan, air dan semen. Dikenal luas dan populer,
karena bahan pembuatnya relatif mudah didapat secara lokal
, harganya
relatif murah, dan teknologi pembuatannya relatif mudah. Akan tetapi,
belakangan ini beton yang kita kenal acap mendapatkan kritik, terlebih
dari aktivis lingkungan hidup. Oleh karena itu, banyak para pakar mulai
mencari solusi sebagai alternatif bahan-bahan campuran beton. Salah
satunya adalah Prof. Ir. H. Djuanda Suraatmadja.
Prof. Ir. H. Djuanda Suraatmadja lahir dari keluarga guru di Bandung, pada 3
Januari 1936. Ia adalah anak kedua dari 12 saudara. Gelar sarjana
tekniknya didapatkan di Fakultas Teknik Sipil ITB (1960). Pada 1971 dan
1982 ia mengikuti pendidikan di The University of New South Wales,
Australia, dan University California
, Amerika Serikat, setelah
sebelumnya di Purdue University selama dua tahun. Kariernya diawali
sejak tahun 1960 sebagai asisten ahli. Ia pernah menjabat sebagai Dekan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (1977-1981) dan Kepala Program S2
STJR-ITB (1982-1992).
Ide awal pemikiran bahan polimer yang ditemukan Djuanda Suraatmadja
berawal dari ide mencari beton yang memiliki sifat lebih baik dari beton
semen. Ketika membuka-buka literatur yang dipunyainya, diketahui bahwa
polimer memiliki sifat seperti semen. Polimer adalah suatu zat kimia
yang terdiri dari molekul-molekul yang besar
, dengan karbon dan hidrogen
sebagai molekul utamanya. Bahan ini berasal dari limbah plastik yang
didaur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya. Penggunaan
bahan tersebut bertujuan memanfaatkan limbah plastik, di samping mencari
alternatif pengganti semen.
Pada 1975, ia melakukan penelitian mengenai bahan polimer pengganti
semen ini. Berkat ketekunan dan kegigihan, penelitian yang dilakukan
dengan berbagai ujicoba di Laboratorium Struktur dan Bahan serta
laboratorium lainnya di Institut Teknologi Bandung dan LIPI (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia) akhirnya membuahkan hasil. Hasil penemuan
tersebut sekaligus menarik perhatian ilmuwan dan para industriawan
mengingat beberapa keistimewaan dan sekaligus kelebihan beton polimer
dibanding beton semen.
Beton polimer yang ditemukan Prof. Ir. H. Djuanda Suraatmadja memiliki sifat kedap
air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan
agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. Yang lebih istimewa
lagi, beton polimer bisa mengeras di dalam air sehingga bisa digunakan
untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Satu-satunya kelemahan
yang hingga kini belum teratasi adalah harga beton polimer masih belum
bisa lebih rendah dibanding beton semen, kecuali untuk daerah Papua, di mana harga semen sangat mahal. Karena itu, beton polimer selama
ini lebih banyak digunakan untuk rehabilitasi bangunan yang rusak.
Pada tahun 2000, atas hasil karyanya ini Prof. Ir. H. Djuanda Suraatmadja
menerima penghargaan Anugerah Kalyanakretya pada Hari Kebangkitan
Teknologi Nasional V yang dicanangkan Presiden KH. Abdurrahman Wahid di
Bandung. Karya penelitiannya yang umum telah diseminarkan dalam
bentuk Standar Nasional yang bisa berguna untuk masyarakat luas. Yaitu
dalam bentuk Peraturan Dinas No. 10 tentang Jalan Rel Indonesia, SNI Uji
Tarik Langsung Material Beton tahun 1997, dan SNI Tata Cara Pemakaian
Beton Polimer untuk Perbaikan dan Penguatan Struktur Beton tahun 1998.
Karya lainnya yang sekaligus merupakan penemuannya yang
terbaru adalah pemanfaatan cooper tailling yang merupakan limbah PT
Freeport di Papua yang selama ini terbuang percuma, bahkan menjadi
masalah lingkungan.
Cooper tailling berbentuk seperti pasir namun kurang baik
jika digunakan sebagai bahan konstruksi beton semen. Sebaliknya bahan
tersebut cukup baik untuk campuran beton polimer sehingga bisa
menciptakan peluang wirausaha baru dalam produksi dan aplikasi beton
polimer. Namun, ahli beton itu menyayangkan kerja sama ITB dengan PT
Freeport terhambat karena situasi keamanan di wilayah tersebut.